Akhir pekan lalu Ustadz Mursalin Basyah menjadi penceramah dalam kegiatan safari subuh BBC 7 Desember 2025. Berikut adalah rangkuman ceramah beliau yang telah terangkum dalam beberapa poin penting untuk memudahkan jamaah membacanya..
1. Musibah di Negeri Syariat Adalah Ujian, Bukan Hukuman
Aceh dikenal sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam. Melihat kuatnya nuansa keislaman, antusiasme dalam pengajian di masjid dan meunasah, serta penegakan hukum Syariat, Ustaz Mursalin Basyah mengingatkan agar kita tidak memaknai setiap musibah sebagai azab (hukuman) dari Allah.
Sebaliknya, musibah harus dimaknai sebagai ibtila (ujian) dan tanda cinta Allah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Innallaha idza ahabba abdan ibtalahu."
(Sesungguhnya Allah, apabila mencintai seorang hamba, maka Allah akan senantiasa mengujinya/memberikan cobaan).
[03:03]
Tujuan dari ujian ini adalah untuk membersihkan kita dari dosa, sehingga kelak di hari akhirat, kita termasuk umat yang cepat masuk surga bahkan tanpa hisab, karena telah dibersihkan oleh berbagai cobaan dunia [
Secara akidah (Tauhid), kita wajib meyakini bahwa segala musibah di muka bumi atau yang menimpa diri kita telah tertulis dalam Lauhul Mahfuz sebelum terjadi (QS Al-Hadid: 22) [
2. Mandat Mukmin: Menjaga dan Bersahabat dengan Alam
Inti dari ikhtiar kita adalah menjaga alam. Al-Qur'an secara tegas menyebutkan tugas utama manusia:
"Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya..." (QS Hud: 61)
[11:48]
Allah menciptakan kakek moyang kita, Nabi Adam AS, dari tanah meskipun hidup pertama di surga. Ini menunjukkan adanya keterkaitan atau koneksi antara manusia dan bumi [
Menjaga Alam Adalah Bagian Utama Syariat
Ustaz Mursalin menegaskan, syariat Islam bukan hanya tentang ibadah mahdhah (salat, zikir, i'tikaf) tetapi juga memiliki maqasid besar (tujuan utama) untuk menjaga dan bersahabat dengan alam [16:54].
Ketika kita membuat kerusakan di muka bumi, maka alam pun akan bereaksi, dan fasad (kerusakan) terjadi di darat dan laut adalah akibat perbuatan tangan manusia sendiri (bimaa kasabat aidinash) (QS Ar-Rum: 41) [
Amal Jariyah Melalui Alam
Rasulullah SAW mengajarkan tentang keutamaan menjaga alam yang menjadi sumber Amal Jariyah (pahala yang terus mengalir) setelah kita meninggal, antara lain:
Menanam Pohon (Al-Gharas): Siapapun yang menanam pohon, lalu buahnya dimakan oleh manusia (bahkan dicuri) atau dimakan oleh hewan buas dan burung, semua itu menjadi sedekah bagi si penanam [
].35:12 Membuat Saluran Air dan Sumur: Orang yang membuat atau melestarikan sungai, parit, atau menggali sumur sehingga airnya dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, maka itu adalah amal jariah yang terus mengalir [
].39:06
Bahkan, dalam hadis, Rasulullah SAW memerintahkan: "Apabila datang hari kiamat, sedangkan di tangan kalian ada biji tanaman (fasilah), maka hendaklah dia menanam biji tanaman itu." [
3. Mengembalikan Fungsi Masjid Sebagai Pusat Umat
Dalam menghadapi musibah dan keterbatasan, kita perlu mengevaluasi kembali peran masjid. Ustaz Mursalin menyoroti bahwa pada masa Rasulullah SAW, masjid adalah pusat perlindungan, posko utama, dan tempat bernaung bagi umat yang kesulitan atau darurat (ahlus sufah) [
Sangat disayangkan, hari ini:
Banyak masjid tidak siap menjadi pusat posko penanggulangan bencana [
].28:15 Sebagian masjid dikunci pada saat-saat darurat [
].32:00 Orang lebih ramai di warung kopi dibandingkan di masjid [
].24:34
Saat bencana datang, secara hukum dan akidah, rumah Allah adalah tempat yang paling aman dan tepat untuk berlindung, karena Allah akan melindunginya [
Penutup
Sebagai penutup, marilah kita senantiasa memegang teguh akidah kita (musibah adalah ibtila), menjalankan ikhtiar kita dengan menjaga dan bersahabat dengan alam, serta mengaktifkan kembali peran masjid sebagai pusat kegiatan dan pertolongan bagi umat.
Siapapun yang merusak alam demi kekayaan, maka ia adalah musuh bersama dan termasuk perusak di muka bumi (QS Al-Baqarah: 204), dan kekayaan yang didapat dari merusak alam akan mendatangkan laknat Allah [
Wallahu a’lam bish-shawab.
